BATAM | Produksi rokok Agustus mencetak rekor tertinggi sepanjang tahun ini. Lonjakan produksi berbarengan dengan persiapan Indonesia menyambut pemilihan umum.
Produksi rokok pada Agustus adalah yang tertinggi sepanjang tahun ini. Kenaikan juga berbanding terbalik dengan data historisnya di mana produksi biasanya melemah pada Agustus, kecuali pada tahun politik.
Salah satunya dari perubahan itu yakni Rokok ilegal Merk Manchester yang marak di Batam, diperjualbelikan bebas layaknya barang sah meski tanpa pita cukai. Menjamurnya di pasaran yang dipajang di kios-kios itu tanpa dipersoalkan oleh aparat penegak hukum (APH).
Belakangan diketahui jika oknum tersebut sebagai ‘koordinator lapangan’ dari produk ilegal itu. Bahkan dalam kesehariannya kerap mengaku Wartawan senior di kepulauan Riau (Kepri).
Anehnya lagi, salah seorang oknum dikenal dengan sapaan pak Uban, menyoal fan berusaha mencegah peliputan soal rokok ini, ia mendatangi Awak detikpublik menghalangi pemberitaan.
Oleh karena itu penerimaan cukai rokok pada tahun 2023 tercatat menurun. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mengungkapkan salah satu penyebabnya adalah fenomena downtrading.
Downtrading adalah peralihan konsumsi ke rokok murah. Menurut Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Timur I, Untung Basuki, fenomena ini sebenarnya sudah menjadi tantangan bagi Bea Cukai sejak lama.
“Iya, itu (downtrading) dari dulu sebetulnya tetap menjadi tantangan,” kata Untung di Sidoarjo, Jawa Timur, dikutip Sabtu (20/9/2023).
Penurunan konsumsi Golongan I, katanya, akan lebih berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan cukai hasil tembakau jika dibandingkan dengan penurunan golongan II dan III.
“Tentu penurunan konsumsi golongan I akan berpengaruh lebih signifikan dibandingkan kalau golongan II dan III,” ujar Untung.
Dengan demikian, Bea Cukai perlu melakukan pembenahan terkait struktur tarif cukai guna meningkatkan kembali konsumsi masyarakat terhadap rokok Golongan I.
“Perhatian kita adalah apakah struktur tarif itu sudah dalam posisi yang dioptimalisasi. Artinya. Jika dinaikkan lagi malah justru akan menimbulkan rokok ilegal,” ujar Untung.
“Atau karena Golongan I sudah terlalu tinggi maka mereka cenderung untuk Golongan 2 yang tarif cukainya relatif lebih rendah,” imbuhnya.
Sebagai informasi, DJBC Kemenkeu mencatat bahwa penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga akhir Agustus 2023 adalah Rp126,8 triliun.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan bahwa angka realisasi tersebut setara dengan 54,53 persen dari target total CHT APBN 2023 sebesar Rp232,5 triliun.
“Capaian penerimaan cukai HT sampai dengan Agustus sebesar Rp126,8 triliun atau 54,53 persen,” kata Nirwala dalam Press Tour Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Sidoarjo, Jawa Timur, dikutip Sabtu (16/9/2023).
Realisasi penerimaan CHT tercatat mengalami penurunan sebesar 5,82 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022, yakni Rp134,65 triliun. Namun, Nirwala mengatakan realisasi cukai hasil tembakau pada akhir 2023 diperkirakan bakal mencapai Rp218,1 triliun atau 93,8 persen dari target APBN 2023.
“Target APBN 2023 untuk total cukai Rp245,5 triliun, hasil tembakau Rp232,5 triliun. Berdasarkan outlook laporan semester I-2023 untuk cukai HT sebesar Rp218,1 triliun atau 93,8 persen dari target APBN,” papar Nirwala.
Menurut Nirwala, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi target penerimaaan CHT 2023, yakni downtrading ke Golongan II, peralihan konsumsi rokok dari konvensional ke elektrik, dan maraknya peredaran rokok ilegal.
“Potensi tidak tercapainya target penerimaan disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya downtrading ke Golongan II, shifting konsumsi ke REL (rokok elektronik), dan peredaran rokok ilegal,” ujar Nirwala. (Ws)